Ada dua kata yang menarik dari judul tulisan di atas yaitu berkurban dan berkorban. Secara etimologi, sepintas memiliki arti yang kurang lebih sama. Tapi secara terminologi Islam memiliki arti yang berbeda. Tulisan ini akan kita batasi pada pertanyaan ; bagaimana menemukan spirit berkurban dengan sikap rela berkorban dalam kehidupan sehari-hari?
Kata kurban dalam KBBI online adalah persembahan kepada Allah (seperti biri-biri, sapi, unta yang disembelih pada hari Lebaran Haji). Sedangkan pengertian kurban dalam Islam diambil dari sebuah perintah Allah dalam Alquran : “Maka shalatlah untuk Rabbmu dan sembelihlah hewan” (QS. Al Kautsar: 2). Ulama ahli tafsir mengatakan bahwa yang dimaksud menyembelih hewan adalah menyembelih hewan qurban setelah shalat Iedul Adha. Dalam istilah ilmu fiqih hewan kurban biasa disebut dengan nama Al Udh-hiyah yang bentuk jamaknya Al Adhaahi. Al Udh-hiyah adalah hewan ternak yang disembelih pada hari Iedul Adha dan hari Tasyriq dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah karena datangnya hari raya tersebut. Demikian pengertian kurban dalam Islam.
Sedangkan arti kata berkorban dalam KBBI online adalah menyatakan kebaktian, kesetiaan, dan sebagainya. Secara pengertian, dari beberpa literatur menjelaskan bahwa sikap rela berkorban adalah sikap kesediaan seseorang yang dengan ikhlas mau memberikan segala sesuatu yang dimilikinya untuk kepentingan orang lain. Walaupun akan menimbulkan penderitaan bagi diri sendiri. Dalam pengertian yang lebih sederhana, rela berkorban adalah sikap dan perilaku yang tindakannya dilakukan dengan ikhlas serta mendahulukan kepentingan orang lain dari pada kepentingan diri sendiri.
Secara bahasa, antara berkurban dan berkorban sama-sama memiliki ruh kesetiaan dan kebaktian. Sedangkan secara istilah, sama-sama ada kerelaan, keikhlasan untuk memberikan segala sesuatu yang dimiliki untuk sesuatu atau orang lain yang dicintai. Tidak ada paksaan, semata-mata hanya ingin lebih dekat dengan sesuatu yang kita cintai.
Nah, dalam penerapan sikap rela berkorban dalam kehidupan sehari-hari kita akan mencoba meneladani dan mengambil spirit dari ibadah kurban. Salah satu contohnya adalah bahwa dalam perintah berkurban disyaratkan hewan yang disembelih adalah hewan yang terbaik. Tidak cacat fisiknya maupun cacat kepemilikannya. Hewan kurbannya memenuhi syarat dan ketentuan Islam.
Maka, jika seseorang berkorban harta demi keluarga, sebaiknya adalah harta yang terbaik, makanan yang halal, bukan dari mencuri atau korupsi. Menjaga dan menjauhkan keluarga dari makanan dan harta yang haram, merupakan pengorbanan seorang kepala keluarga demi anak dan istri yang dicintainya. Seorang kepala keluarga yang ingin menjadikan keluarganya dicintai dan dekat dengan Allah SWT. Keluarga yang selamat dari api neraka.
Dalam berkurban, ada waktu yang sudah ditentukan yaitu pada hari raya Iedul adha dan tiga hari sesudahnya (hari tasyriq). Di luar hari tersebut bukan dinamakan kurban. Dalam kehidupan sehari-hari, sikap rela berkorban juga harus memperhatikan waktu. Kapan sikap rela berkorban itu dilakukan? Karena boleh jadi, pengorbanan seseorang akan sia-sia atau justeru merusak dan merugikan. Pengorbanan itu harus diberikan kepada orang yang tepat dan waktu tepat.
Salah satu contohnya adalah memberikan sepeda motor kepada anak usia SD. Dengan dalih sayang anak, orang tua berkorban harta dengan membelikan sepeda motor. Apa yang terjadi ? Ternyata, bukannya anak semakin baik tapi justeru anak tidak dapat dikendalikan. Anak mulai mengenal balapan liar, sering ugal-ugalan, tidak mematuhi rambu-rambu lalu lintas, lepas kontrol dan ikut-ikutan geng motor dan sebagainya. Ini terjadi karena memberikan sesuatu belum pada waktunya. Meskipun bukan faktor utama, tapi bisa jadi salah satu faktor penyebabnya. Sebenarnya, orang tua ingin berkorban apa saja demi anak, namun justeru anak menjadi korban. Naudzubillah mindzalik.
Mengakhiri tulisan ini, alangkah baiknya jika sikap rela berkorban dalam kehidupan sehari-hari itu dilandasi semata-mata mengharap ridho Allah. Dengan demikian, apa yang akan dikorbankan memiliki panduan yang jelas dan pengorbanannya tidak cukup berhenti kepada sesama manusia tetapi menjadi amal saleh bagi pelakunya.
Penulis : Masruhin Bagus (tulisan-tulisan lain juga bisa dibaca di www.jejakruang.com)