Senin lalu, adalah hari yang sudah lama ditunggu-tunggu oleh kelas XII SMAIT. Karena pada hari itu mereka akan melaksanakan Edutrip ke Lombok. Mereka didampingi oleh Wali kelas, Waka Kurikulum, dan juga Kepala Sekolah Ustadz Masrukhin. Tepatnya mulai (06/11).
”THE WORLD IS A BOOK AND THOSE WHO DON’T TRAVEL READ ONLY A PAGE”
Tagline tersebut turut dikemas dalam rombongan sebagai kalung identitas yang terpasang di pundak siswa-siswi kelas XII, selama menikmati edutrip di sepanjang perjalanan jauh melintasi Nusa Tenggara Barat. Yang bila diartikan: “Maka bagi yang tidak melakukan traveling, ia hanya membaca satu halaman saja. Karena dunia ibarat buku, maka kami harus membacanya halaman demi halaman.” Namanya juga nge-trip berbasis edu, jadi setiap perjalanan yang dilalui mengandung pembelajaran.
Edutrip Lombok Explorer adalah sukacita dalam menjelajahi pulau yang disebut-sebut menduduki posisi pulau terindah ke-2 setelah Bali. Hal tersebut tidak hanya sebagai hadiah atas padatnya jadwal yang membuat penat yang diterima saat di kelas maupun di asrama, namun harapannya juga sebagai tantangan mental dan belajar gaya lain untuk kelas XII tentang bagaimana membawa diri di dunia luar, berbaur dengan masyarakat dan budayanya, serta turut mengambil pelajaran di setiap tempat yang dikunjungi.
Bagian yang paling berbeda dari touring biasanya yakni pada saat pemberangkatan. Perjalanan ke Lombok ditempuh dengan pesawat mengingat lokasinya di seberang pulau Bali. Sesuatu yang terasa keren sebab Edutrip ke Lombok merupakan destinasi terjauh perdana yang di support oleh pihak sekolah dan orang tua sekaligus bagian dari mimpi terbesar siswa-siswi kelas XII generasi pertama SMAIT AL Uswah Tuban sebelum mereka menghadapi UNBK tahun mendatang. Dari sini secara tidak langsung mereka tahu bagaimana cara memesan tiket pesawat online, cara membayar tiket, check in, menukarkan e-tiket dengan boarding pass, dll.
Dalam 3 hari dua malam tersebut rombongan benar-benar menyisir seluruh sisi Lombok barat, Lombok utara, dan Lombok timur.Terlebih pada hari pertama setelah sampai di Desa Sembalun Lawang, para rombongan diuji coba nyalinya untuk tracking di Bukit Dendaun setinggi 1750mdpls dengan didampingi para Potter yang berpengalaman . Perasaan lelah dan kaget terbayar akan pemandangan kaki Gunung Rinjani, padang sabana dan sekawanan sapi-sapi gunung yang terpelihara di Desa Sembalun. Dilanjutkan dengan bermalam ala pendaki alias camping. Campingnya pun tidak biasa, karena keperluan makan, tenda dan sleeping bag telah disiapkan dari potter. Seperti komentar Imroatul Muflikha “Campingnya berkelas ya, gara-gara dimasakin potternya gado-gado sama nasi goreng pakai ayam lagi”.
Pengalaman berkesan lainnya yaitu pada esok harinya setelah sarapan pagi mereka ditunjukkan atraksi “calling cows”. Atraksi itu dipandu oleh para potter yang ‘memanggil’ para sapi dengan pancingan botol berisi air garam, cara memanggilnya pun unik. “Hoooooooeek..mmaa” lalu tiba-tiba puluhan ekor sapi berduyun-duyun mendekati rombongan, beberapa siswa pun mencoba memberi minuman dengan rasa was-was. Dilanjutkan setelah mendaki gunung, turuni lembah tuntas dilewati, rombongan lalu diantar mengintip pos pengawasan Gunung Rinjani (vulcanology), lalu hutang dari tidak mandi seharian segera dilunasi pada destinasi berikutnya yaitu air terjun Sendang Gile dan Tiu kelep, disana rombongan terpuaskan dengan berendam di jernihnya aliran air nan amat segar.
Begitu rombongan selesai bersih diri, perjalanan berlanjut ke arah Senggigi, atau Lombok Barat yang berdekatan dengan Kota Mataram, disitu para rombongan diantar ke pusat oleh-oleh Sasaku kemudian ketika malam menjelang larut mereka beristirahat di Hotel Limous.
Hari ketiga bisa dibilang bagian akhir yang menguliti ke-identikan lombok akan suku, masjid dan pantainya. Mereka berkunjung ke Islamci Center, masjid yang memiliki menara setinggi 99 meter itu menjadi pusat pembelajaran agama islam, dari menara akan tampak panorama kota Mataram secara global. Kemudian perjalanan seru saat berlari ke Desa Sade untuk mengenal adat suku sasak, disana mereka mempelajari tentang budaya, seni dan melihat proses menenun dan berfoto-foto memakai pakaian adat, Sisi lain yang asyik di hari terkahir adalah para rombongan diajak makan di pantai, dari Pantai Tebing, Tanjung Aan, dan pantai Kuta.
Menurut Salsa, salah satu siswa kelas XII SMAIT, mengatakan bahwa edutrip yang dilaksanakan sangat berkesan dan memberikan banyak pengalaman, selain itu Salsa juga mengungkapkan manfaat lain dari edutrip bahwa selain untuk refreshing, edutrip juga memberi kesempatan untuk belajar banyak hal tentang Lombok, diantaranya asal usul nama Lombok, budaya dan adat istiadat suku sasak, serta keindahan dan sejarah masjid yang ada di Lombok.
Konsep belajar memang tidak harus dilakukan di dalam sebuah ruangan yang sering kita sebut dengan sekolah. Belajar bisa dimana saja, di jalanan sekalipun kita bisa mengambil pelajaran. Selaras dengan jargon yang dimiliki oleh sekolah menengah khas SIT yang ada di Tuban ini. Sebagai sekolah para pemimpin. SMAIT sudah memberikan pengalaman dan kesempatan untuk siswa berbasis pembelajaran untuk mengeksplor dirinya sebagai calon seorang pemimpin. Edutrip adalah pembelajaran yang sangat dibutuhkan sebagai bekal, terlebih pada jenjang menengah seperti SMAIT siswa harus siap membawa diri di lingkungan yang baru dan lebih besar karena nanti mereka akan menempuh ke pendidikan yang lebih tinggi sebagai seorang mahasiswa. JFTV/SMAIT