Saleh Saja Belum Cukup

Dari Ummul Mu’minin, Zainab binti Jahsy (isteri Rasulullah saw) ‘(Pada suatu hari) Rasulullah SAW. masuk ke dalam rumahnya dalam keadaan cemas sambil bersabda, La ilaha illallah, celaka (binasa) bagi bangsa Arab dari kejahatan (malapetaka) yang sudah hampir menimpa mereka. Pada hari ini telah terbuka dinding Ya’juj dan Ma’juj seperti ini’, dan Baginda mempertemukan ujung jari dan ujung jari yang sebelahnya (jari telunjuk) yang dengan itu mengisyaratkan seperti bulatan. Saya (Zainab binti Jahsy) lalu bertanya: ‘Ya Rasulullah! Apakah kami akan binasa sedangkan di kalangan kami masih ada orang-orang yang shaleh?’ Lalu Nabi SAW. bersabda: ‘Ya, jikalau kejahatan sudah terlalu banyak’. (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadits di atas sangat layak untuk kita jadikan bahan renungan mendalam. Pesan penting didalamnya adalah bahwa jika hanya ada orang saleh saja, belumlah cukup, Allah masih tetap mengadzab suatu kaum. Sehingga sebuah negeri tidak hanya membutuhkan orang saleh tapi juga muslih. Dengan begitu Allah jadikan jaminan untuk tidak mengadzab suatu kaum atau negeri.

Arti muslih adalah sebagaimana yang Allah dan Rosul-Nya jelaskan. Allah Ta’ala berfirman, “Dan tidaklah Rabb-mu membinasakan suatu negeri secara zalim, selama penduduknya adalah mushlihuun.” (QS. Huud: 117).

Ayat di atas juga memperkuat kepada kita bahwa ada golongan manusia yang dapat menolak azab dari Allah karena perbuatan mereka, yaitu Al-mushlihuun. Merekalah orang-orang yang tak sekedar shalih, tetapi juga menjadi penyeru kebaikan dan pencegah kemunkaran.

Saleh adalah orang yang selalu berbuat kebaikan, namun kebaikan itu hanya bermanfaat untuk dirinya. Sedangkan muslih adalah orang yang kebaikannya bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain.

Ada beberapa potret Al Muslihuun yang bisa kita ambil hikmahnya. Misalnya suatu ketika di masa Khalifah Umar bin Khattab beliau mengirimkan seorang sahabat untuk berdakwah di persia, sahabat itu adalah Abdullah bin Mas’ud ra, yang tugas utamanya adalah mengajarkan Al Quran. Setelah melakukan pengkaderan maka beliau kembali ke Madinah. Kekhalifahan sudah berganti ke Khalifah Utsman bin Affan ra. Kemudian terjadilah dialog, “Mengapa kamu di sini sedangkan tugasmu adalah di Persia?” Abdullah bin Mas’ud menjawab, “Tidak saya tinggalkan kota itu kecuali di sana ada orang-orang yang kualitasnya seperti saya.” Sehingga tidak heran jika kemudian keluar salah satu mercusuar ilmu yakni imam Abu Hanifah rahimahullah.

Potret berikutnya adalah seorang ilmuwan Islam Al Khawarizmi yang berhasil menemukan rumus baru untuk memudahkan kita belajar matematika. Karena dahulu ilmu matematika versi Yunani dan India sangat rumit dan sulit dipelajari. Bahkan Al Khawarizmi berhasil menemukan hal baru dalam ilmu tesebut dan hingga saat ini menjadi salah satu sub ilmu matematika yakni ilmu al jabar, yang sebenarnya itu adalah nama sebuah buku sebagai karya fenomenal beliau. Judul bukunya adalah Al Jabr Wal Muqobalah.

Al Khawarizmi mengarang buku tersebut memiliki alasan yang sangat kuat yakni sesuai yang beliau tuturkan dalam muqoddimahnya, beliau menyampaikan bahwa alasannya karena sebagian ibadah muslimin menggunakan ilmu tersebut. Alangkah luar biasanya andai saja setiap guru, dosen dan pendidik memotivasi anak didiknya sebagaimana Al Khawarizmi memotivasi dirinya.

Lihatlah ilmu kimia dengan ilmuwan terhebatnya Jabir Ibnu Hayyan. Beliau berhasil menemukan sebuah alat destilasi atau penyulingan yang bahkan masih difungsikan hingga saat ini. Di Thaif misalnya. Alat tersebut sangat bermanfaat karena salah satu syariat dalam agama ini adalah syariat parfum. Sehingga hal ini sangat membantu muslimin dalam menjalankan syariat agamanya dengan baik.

Nabi Shollallohu alaihi wasallam bersabda:

حبب الي من دنياكم الطيب و النساء و جعلت قرة عيني في الصلاة

Saya menyukai dari dunia kalian wangi-wangian (parfum) dan istri-istriku, allah jadikan sholat sebagai penyejuk mataku.

Begitulah makna besar keberadaan seorang muslim, yang saleh lagi muslih. Dengannya kebaikan semakin bertambah dan tidak ada hal yang paling mendatangkan manfaat bagi agama dan dunia ini selain seorang mushlim yang produktif dalam setiap sisi kehidupannya. Wallahu A’lam Bishowab

penulis : Marzuki, S.Pd. (Guru PAI SMAIT Al Uswah)

Berita Terbaru
Share Artikel
Scroll to Top