“Didiklah anak-anakmu, karena mereka akan hidup pada zaman yang berbeda dengan zamanmu,”(Umar Ibn Khottob)
Segala puji milik Allah yang telah menciptakan kita dengan sebaik-baik ciptaan. Dan, memberi kita akal untuk membedakan antara yang haq dan batil. Selawat dan salam senantiasa tercurahkan pada junjungan kita nabi Muhammad saw yang telah membawa kita dari zaman jahiliyah menuju zaman yang terang benderang disinari cahaya Islam.
Anak adalah anugerah terindah bagi setiap orang tua. Kehadirannya yang selalu dinanti, tidak hanya menambah “gelar” kedua orang tua, dari yang semula hanya sebagai suami dan istri bagi pasangannya, menjadi ayah dan ibu bagi anak-anaknya. Anak, menjadi aset berharga, tumpuan harapan di dunia dan akhirat, Juga, merupakan sebab diangkatnya kedudukan kedua orang tua ke derajat yang lebih mulia.
Akan tetapi, inilah tantangan besar yang benar-benar nyata bagi setiap orang tua terutama keluarga muslim abad ini. Yakni, bagaimana mendidik anak yang di anugerahkan dan dimanahkan sesuai zamannya. Zaman yang melaju pesat dengan berbagai kecanggihan didalamnya, Dikatakan demikian karena di era-kekinian berbagai macam konsep dan model pendidikan sungguh sangat variatif.
Lebih dari itu, dari sisi budaya, teknologi, pergaulan dan perkembangan sosial, anak-anak sangat rentan ‘menelan’ begitu saja apa yang menurut naluri mereka asyik dan menarik tanpa mempedulikan batasan norma dan agama. Tidak mengherankan, jika kemudian anak-anak masa kini tidak begitu tertarik dengan konsep-konsep dasar yang penting dalam Islam.
Dengan kondisi tersebut banyak orang tua yang nampak kewalahan dalam menghadapi perilaku anak. Sebagian ada yang mengambil tindakan ekstrem dengan mengisolir anak dari perkembangan zaman. Sebagian justru apatis dan membiarkan anaknya tumbuh sesuai dengan perkembangan zaman yang berlangsung tanpa melihat dampak yang akan terjadi pada anak,mereka pasrah dengan keadaan karena ketidak mampuan dan keterbatasan sarana.
Tindakan ekstrim dan pembiaran ini jika terus terbiar maka suatu saat nanti kita akan mendapati dua tipe anak yang berlawanan, yang pertama kaku dan yang kedua tak terkendali, padahal hal tersebut sangat tidak sejalan dengan pemikiran islam,karena islam menganjurkan untuk fleksibel dalam suatu urusan yang dimungkinkan berubah (mutaghoyyirot) dan tegas terhadap suatu yang tidak bisa diubah (tsawaabit) seperti ketauhidan sebagaimana pesan Luqman terhadap anaknya untuk tidak menyekutukan Allah azza wa jalla.
Fleksibel dalan hal skill sangat penting untuk dikuasai anak-anak, Hal ini tidak bisa berlaku sama persis secara praktik sebagaimana Nabi menjalankan pendidikan skill kepada anak-anak, dikarenakan zaman dan kondisi yang berbeda, zaman sekarang telah bermunculan berbagai motode pembelajaran dan peningkatan kwalitas anak didik dalam memahami segala hal yang berkaitan dengan hidupnya,dan itu menandakan bahwa anak yang dinamis harus selalu faham alam dan zamanya. Dalam konteks modern maka segala hal yang dianggap penting bagi kemajuan pribadi maupun kolektif umat, segenap orang tua perlu mendidik anak-anak mereka menguasai kesemua hal itu. Misalnya menguasai komputer, kimia, kedokteran, atau pun skill lainnya.
Jadi, menyiapkan anak untuk menjemput zamannya adalah dengan mengajari dan mengarahkan mereka untuk berani bersaing pada zaman dimana mereka hidup,sehingga mampu menjdai manusia yang mandiri, konstributif, dan solutif untuk kemaslahatan umat.
Oleh karena itu beberapa hal penting yang harus disiapkan semua orangtua dan para pendidik untuk mengantarkan anak menyambut zamanya, diantara hal tersebut adalah:
Pertama, Memilihkan lingkungan yang baik. Usia anak-anak merupakan masa emas untuk menanamkan kebaikan. Para orang tua harus membiasakan segala hal baik yang sesuai dengan usia anak. Sebagai contoh Nabi Ibrahim AS tidak menjadikan kemakmuran sebagai pertimbangan utama dalam mendidik anaknya Ismail. Tetapi, ia menjadikan tempat yang dapat atau tidaknya sang bayi itu kelak tumbuh menjadi hamba yang taat sebagai criteria, sebagaimana alquran mengisahkan .
“Wahai Tuhanku, sesungguhnya aku menempatkan dari keturunanku di lembah yang tidak ditumbuhi tanaman. Wahai Tuhanku, yang demikian itu aku lakukan agar anak keturunanku mendirikan salat” (QS. Ibrahim: 37).
Kedua, Membiasakan hal-hal yang baik. Tidak mudah merubah kebiasaan, terlebih bila kebiasaan itu telah mendarah daging dan menjadi karakter. Usia anak-anak merupakan masa emas untuk menanamkan kebaikan, karena di waktu itu anak masih polos dan belum mempunyai kebiasaan yang kuat. Peluang ini sebaiknya dimanfaatkan para orang tua untuk membiasakan segala hal baik yang sesuai dengan usianya. misalkan, membatasi nonton televisi di waktu-waktu tertentu, berkata santun, pergi ke masjid, dan membantu orang tua.
Ketiga, Mendoakan di setiap kesempatan. Bukti kesungguhan orang tua dalam mendidik anak, ter-manifestasikan ke dalam lantunan doa-doa mereka. Hampir-hampir tidak ada waktu-waktu mustajab untuk berdoa, kecuali akan dimanfaatkan untuk mengiba kehendak Yang Kuasa. Untuk itu, orang tua akan menjaga diri dari segala hal (perkataan, perbuatan, makanan, dan pakaian) yang menghalangi terkabulnya doa, sekaligus memenuhi semua syarat pengabulannya. Karena, terkabul atau tertolaknya doa orang tua turut menentukan “nasib” anak-anaknya. Lalu, bagaimana mungkin sebagai orang tua kita tidak mendoakan anak-anak kita. Padahal Rasulullah bersabda: “Tidak ada yang dapat merubah takdir, kecuali doa!”
Semoga, kita bisa menjadi orang tua yang senantiasa menyadari kewajiban dan tanggung jawab kepada anak-anak. Sehingga, bisa membayar kemuliaan yang telah dianugerahkan Allah dan berhak tetap menyandang kemuliaan itu sampai pintu-pintu surga berkenan terbuka dengan keridaan-Nya, menyambut kedatangan kita. Allahu a’lamu bisshowab…(*Ahmad Muadzin, Lc.)