Prinsip siap dipimpin dan memimpin nerupakan nilai yang penting dalam pengembangan karakter santri di pondok pesantren. Prinsip ini mengajarkan pentingnya mempunyai jiwa ketaan dan kepemimpinan terhadap pemimpin, dan kesiapan untuk memberikan kesempatan kepada orang lain untuk memimpin. Bagi santri, prinsip ini bisa memberikan pengaruh positif pada jiwa para santri. Santri akan mempelajari nilai-nilai penting seperti rasa percaya diri, tanggung jawab, ketaatan, dan kerjasama. Dengan menjadi santri yang siap dipimpin, mereka belajar untuk mengikuti peraturan dan nilai-nilai yang ada di masyarakat dengan baik dan benar. Kemudian santri juga diajarkan untuk siap memimpin ketika dibutuhkan.
Hal ini mempersiapkan mereka untuk mengambil peran kepemimpinan di masa depan, baik di lingkungan keluarga, masyarakat, maupun tempat kerja. Santri juga akan belajar untuk menjadi pemimpin yang bijaksana, bisa memecahkan masalah, dan bisa berkomunikasi dengan baik. Prinsip dipimpin dan siap memimpin juga dapat membantu mengembangkan kepercayaan diri. Dengan memahami bahwa mereka mempunyai potensi untuk menjadi pemimpin. Hal ini dapat membantu mereka menghadapi tantangan hidup dengan lebih baik dan membangun karir yang sukses di masa depan.
Pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia, dalam perjalanannya bisa mempertahankan dan menjaga nilai-nilai pesantren yang dimiliki hingga saat ini, serta memiliki model pendidikan multi aspek. Semua yang terdapat di pesantren merupakan pendidikan yang memiliki nilai-nilai kehidupan dan keislaman. Implementasi pendidikan di pesantren berjalan selama 24 jam tanpa henti, sehingga menjadikan santri-santrinya terdidik secara keseluruhan (kaffah). Dari sini menjadi salah satu ciri khas yang membedakan dari banyaknya lembaga-lembaga pendidikan lainnya. Menurut Zarkashi dan Zamakhsyari Dhofier pesantren adalah lembaga pendidikan Islam dengan sistem asrama atau pondok, dimana kyai sebagai figur sentralnya, masjid sebagai pusat kegiatan yang menjiwainya, dan pengajaran agama Islam di bawah bimbingan kyai yang diikuti santri sebagai kegiatan utamanya, (Kahar, 2019).
Terkait istilah kepemimpinan, Menurut Wahjosumijo Kepemimpinan dapat diartikan sebagai sifat-sifat, perilaku pribadi, pengaruh terhadap orang lain, pola-pola interaksi, hubungan kerja sama antar peran, kedudukan dari suatu jabatan administrative, dan presepsi lain-lain tentang legitimasi. Sedangkan menurut Rich and Hull, Kepemipinan adalah kemampuan mempengaruhi pendapat, sikap dan perilaku orang lain. Hal ini memiliki arti bahwa setiap orang mampu mengatur dan mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan bersama dan dapat berfungsi sebagai pemimpin, (Yahya, 2019). Dalam hal ini, nabi Muhammad SAW menjelaskan di dalam hadis yang berbunyi:
Telah menceritakan kepada kami Musaddad telah menceritakan kepada kami Yahya dari ‘Ubaidillah berkata, telah menceritakan kepadaku Nafi’ dari ‘Abdullah radliallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Setiap kalian adalah pemimpin dan akan diminta pertanggung jawaban atas yang dipimpinnya. Amir (kepala Negara), dia adalah pemimpin manusia secara umum, maka dia akan diminta pertanggung jawaban atas mereka. Seorang suami dalam keluarganya adalah pemimpin dan akan diminta pertanggung jawaban atas mereka. Seorang isteri adalah pemimpin di dalam rumah tangga suaminya dan terhadap anak-anaknya dan dia akan diminta pertanggung jawaban atas mereka. Seorang hamba sahaya adalah pemimpin dalam urusan harta tuannya dia akan diminta pertanggung jawaban atasnya. Ketahuilah bahwa setiap kalian adalah pemimipin dan setiap kalian akan diminta pertanggung jawaban atas siapa yang dipimpinnya “Hadits Bukhari Nomor 2368. Dalam hadits ini menyebutkan bahwasannya kita semua adalah seorang pemimpin dari apa yang kita pimpin. Setiap pemimpin pasti akan dimintai pertanggungjawabannya kelak. Dari sini menunjukkan betapa pentingnya membentuk karakter kepemimpinan dalam diri seorang anak, agar mereka dapat memimpin suatu saat nanti dengan baik, dan dapat mempertanggungjawabkan kepemimpinannya kelak.
Beberapa sarana untuk membentuk karakter kepemimpinan santri adalah dengan mengikut serta kan para santri dengan berbagai macam kegiatan-kegiatan ekstra di luar kelas, seperti dalam kepramukaan, public speaking, amanat dalam berorganisasi, dan lain sebagainya. Dalam pesantren modern terdapat beberapa metode yang disebut dengan Metode Kaderisasi Pemimpin. Sedikitnya, ada enam metode yang diterapkan dalam proses mencetak karakter kepemimpinan sebagai kaderisasi, antara lain: pengarahan, pelatihan, penugasan, pembiasaan, pengawalan, uswatun hasanah, dan pendekatan. (Fatmawati, 2020)
Penulis : Ustadzah Rina A. S.Pd (Guru Ekonomi SMAIT Al Uswah Tuban)
DAFTAR PUSTAKA
Aini, N., & Yahya, M. R. (2019). Pengaruh Management Change, Financial Distress, Ukuran Perusahaan Klien, Dan Opini Audit Terhadap Auditor Switching. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Akuntansi (JIMEKA), 4(2), hlm. 245–258.
Kahar S, Barus M, Wijaya C. (2019). Peran Pesantren dalam Membentuk Karakter Santri. Jurnal Antropologi Sosial dan Budaya, 4 (2), hlm.170-178.
Fatmawati, Firman Bachruddin, & dkk. (2020). Peran Pesantren Modern Terhadap Pembentukan Karakter Kepemimpinan Santri. Al-Fikr : Jurnal Pendidikan Islam, 6 (1), hlm. 27- 33.