Demi cinta kepada anak, orang tua rela memberikan apa saja. Misalnya, orang tua rela membelikan handphone karena alasan agar mudah komunikasi dengan orang tua, orang tua rela membelikan sepeda motor bahkan mobil, agar anak tidak capek dan kepanasan kalau berangkat sekolah. Orang tua rela membelikan saja demi anak, meskipun sebenarnya anak belum membutuhkannya.
Rasa cinta orang tua kepada anak kadangkala berlebihan. Bahkan orang tua terkadang melakukan pembenaran terhadap tindakan anak, yang bisa jadi tindakan anak tersebut salah. Ya, rasa cinta yang melebihi kadarnya.
Orang tua tidak menyadari bahwa rasa cinta yang diekspresikan dengan pemberian fasilitas dan cara memperlakukan anak secara berlebihan dapat berubah menjadi bencana dan malapetaka. Alih-alih menjadikan kebaikan bagi anak, tapi justeru menjadi sumber masalah. Naudzubillah.
Banyak orang tua yang salah kaprah, menyangka anak-anaknya adalah miliknya, sehingga bebas memperlakukan sesuka hati. Padahal sebenarnya anak hanyalah titipan Allah, yang sewaktu-waktu akan kembali pada Allah.
Cinta yang berlebihan merupakan fenomena yang sering terjadi, tidak sedikit orang tua yang memiliki pemahaman yang kurang tepat tentang kehadiran anak. Orang tua memahami anak semata-mata akibat logis dari hubungan biologis kedua orang tuanya, tanpa memiliki landasan ilmu tentang bagimana menjadi orang tua yang baik bagi anak.
Terkait hakikat keberadaan anak, Abu Musthafa Alifuddin Al Azzam dalam makalahnya yang berjudul Anak dalam Pandangan Islam, menguraikan bahwa kehadiran anak disebutkan dalam Al Qurán dalam beberapa istilah antara lain:
Lima hakikat anak dalam Islam
Pertama, Anak adalah perhiasan atau kesenangan.
Sebagaimana firman Allah SWT : “Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan”. ( QS. Al Kahfi : 46 )
Kedua, Anak bisa menjadi musuh.
Firman Allah SWT : “Hai orang-orang mukmin, Sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu. Maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. ( QS. Ath-Taghobun : 14 )
Ketiga, anak juga bisa menjadi fitnah.
Sebagaimana firman Alloh SWT : “Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu), dan disisi Allah-lah pahala yang besar”. ( QS. Ath-Taghobun : 15 )
Keempat, anak adalah amanah.
Sebagaimana Firman Allah SWT : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui. Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan Sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar.” ( QS. Al Anfal : 27-28 )
Dan yang kelima, anak sebagai penentram dan penyejuk hati.
Firman Allah SWT : “Dan orang orang yang berkata: “Ya Tuhan Kami, anugrahkanlah kepada Kami isteri-isteri Kami dan keturunan Kami sebagai penyenang hati (Kami), dan Jadikanlah Kami imam bagi orang-orang yang bertakwa”. ( QS. Al Furqon : 74 )
Itulah beberapa hakikat kehadiran seorang anak yang sudah diwanti-wantikan di dalam Al Qurán. Maka sebagai orang tua harus dapat membina, memelihara, mengurus secara seksama dan sempurna agar kelak menjadi insan kamil, berguna bagi agama, bangsa dan negara, serta secara khusus dapat menjadi pelipur lara bagi orang tua, penenang hati ayah dan bunda serta kebanggaan keluarga.